Monday, June 11, 2007

POLEMIK UN LAMPAUI BATAS PEDAGOGIK

Pendidikan Sudah Dicampur-aduk Politik



Prof Zamroni PhD pada seminar LP Ma'arif NU DIY.

irektur Profesi Pendidik Ditjen PMPTK Depdiknas RI Prof H Zamroni PhD menilai, polemik mengenai pelaksanaan Ujinan Nasional (UN) saat ini sebenarnya sudah melampaui batas-batas pedagogik. Dalam polemik ini pendidikan sudah dicampur-adukkan dengan politik, yang antara lain mengatasnamakan Hak Asasi Manusia (HAM).
"Tingkat yang sedemikian ini secara tidak langsung bisa membahayakan dunia pendidikan sendiri," kata Prof Zamroni saat berbicara pada Seminar Nasional Peningkatan Mutu Pendidikan yang diselenggarakan LP Ma'arif NU DIY di Aula Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Sabtu (9/6).
Seminar yang diikuti lebih dari 750 peserta juga menampilkan narasumber Dirjen Pendidikan Islam Depag, Prof H Jahja Umar MA PhD dan Prof Drs H Firdaus Basuni MPd (Direktur Mapenda Depag RI) dan Prof Jahja Umar. Pada pembukaan seminar juga diperkenalkan personalia pengurus LP Ma'arif NU DIY. Disampaikan juga sambutan Drs H Rahmadi (Kepala Bidang Pendidikan Tinggi Dinas Pendidikan DIY) dan Wakil Rois Syuriah PWNU DIY, Prof Dr Machasin MA.
Bukti terlampauinya batas-batas pedagogik dalam polemik masalah pendidikan adalah digugatnya pelaksanaan UN ke pengadilan. Menurut Prof Zamroni, di negara lain tidak ada masalah upaya peningkatan mutu pendidikan nasional yang dibawa ke pengadilan. "Jadi, yang terjadi di Indonesia merupakan satu-satunya di dunia," tegasnya.
Padahal, lanjutnya, untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional perlu perlu ada standar-standar nasional. Peningkatan mutu pendidikan pada level makro antara lain ditunjukkan dengan kebijakan UN serta sertifikasi guru dan dosen. UN berkaitan dengan standar yang harus dicapai setiap lulusan jenjang pendidikan.
Berbicara tentang upaya peningkatan mutu sekolah yang dikelola lembaga pendidikan Islam, menurut Prof Zamroni diperlukan kesadaran bahwa ikhlas saja tidak cukup, tetapi juga harus dibarengi manajemen yang baik. Lembaga pendidikan Islam juga harus dapat menunjuk kepala sekolah yang memiliki kemampuan, di samping dedikasi. Juga harus mampu mengembangkan visi dan misi yang menjadi kekuatan pendorong untuk maju.
Sementara itu Ketua LP Ma'arif NU DIY, Prof Dr Sugiyono menjelaskan, salah satu kendala sekolah Ma'arif NU antara lain karena kebanyakan hanya mendidik orang-orang miskin dan bodoh. Meski demikian, menurutnya, kalau murid-murid miskin dan bodoh tersebut akhirnya menjadi bagus, sebenarnya nilainya tidak kalah dengan sekolah favorit yang mendidik anak-anak orang kaya dan pintar. "Kalau in putnya baik lantas out putnya juga baik, itu biasa," jelasnya.
Meski demikian sekolah Ma'arif tetap harus berusaha untuk maju dan akhirnya juga menjadi favorit. Dalam kesempatan ini Prof Sugiyono yang juga Dekan Fakultas Teknik UNY menjelaskan, setelah sekolah Ma'arif berdiri harus tetap hidup, bukan lantas mati. Selanjutnya harus bisa berkompetisi dengan sekolah lain yang hasilnya diharapkan menjadi sekolah favorit, bahkan sekolah bintang.
Sedang Kepala Bidang Pendidikan Tinggi Dinas Pendidikan DIY, Drs H Rahmadi, mengharapkan jangan sampai ada warga NU yang tidak sekolah. Kalaupun ada yang tidak mampu, hendaknya pihak sekolah berusaha mengatasinya, misalnya dengan memanfaatkan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan melakukan subsidi silang. "Peningkatan mutu pendidikan tidak bisa diundur. Untuk itu semua harus ikut berperan," tegasnya. (*)


Prof Zamroni PhD pada seminar LP Ma'arif NU DIY.

No comments: